Friday, May 23, 2014
KISAH DARI AL-QURAN : Nabi Ismail - chapter 001
NABI ISMAlL
Nabi Ibrahim beserta isterinya Sarah dan khadamnya Hajar serta semua binatang ternak dan harta kekayaannya sudah pindah ke Palestin, hidup di tengah tengah keluarganya dan pengikut pengikutnya yang tak begitu banyak jumlahnya. Alangkah sedih dan pilunya perasaan Sarah, karena dia sendiri belum juga beroleh seorang anak pun, sedang umurnya sudah lanjut, dan boleh dikatakan termasuk orang yang tua, sehingga pada umurnya orang yang setua dia itu tidak mungkin beroleh anak. Maka dengan ikhlas hati, Sarah menganjurkan kepada suaminya, Nabi Ibrahim untuk kahwin dengan khadamnya sendiri bernama Hajar. Hajar sendiri adalah seorang perempuan yang mulia, baik budi pekertinya serta lurus, tak pernah berhati bengkok. Mudah mudahan, demikianlah harapan Sarah, dari perkahwinannya dengan khadam itu, Nabi Ibrahim beroleh anak, untuk perintang hidup kedua suami isteri yang sudah tua, untuk menurunkan dia menjalankan perintah Ilahi dan sebagainya.
Anjuran isterinya ini diterima oleh Nabi Ibrahim. Lalu terjadilah perkahwinan itu dengan baiknya. Dari perkahwinan inilah Nabi Ibrahim beroleh seorang anak lelaki yang paling bersih dan suci, yang diberi nama Ismail (Nabi Ismail). Selain Ibrahim sendiri, bukan main pula girang dan senang hati Sarah beroleh anak itu.
Tetapi kegembiraan Sarah ini hanya sebentar waktu saja, sebab tak lama kemudian hatinya mulai diserang oleh suatu perasaan yang tidak dapat dibayangkan. Karena adanya perasaan inilah, hatinya tidak kunjung tenang, selalu gelisah saja, makan dan minum tidak keruan sama sekali. Akhirnya dia tidak tahan untuk memandang wajah Hajar dan anaknya itu.
Hal ini diterangkannya berterus terang kepada Ibrahim dan mengusulkan agar Ibrahim, Hajar bersama anaknya meninggalkan dia seorang diri, pergi ke tempat yang sejauh jauhnya, agar tidak terlihat dan terdengar sedikit juga tentang Hajar dan Ismail itu. Dengan wahyu Ilahi, Nabi Ibrahim menerima usul tersebut.
Mulailah Nabi Ibrahim dengan isterinya yang baru beserta anaknya mengadakan pengembaraan yang jauh lagi. Entah ke mana tempat tujuan, tidaklah diketahui, hanya menurut ke mana saja ditakdirkan Tuhan. Lama sudah mereka berjalan, dan jauh sudah jalan yang ditempuh. Akhirnya mereka berhenti di suatu tempat. Di tempat itu Hajar dan anaknya ditinggalkan oleh Ibrahim tanpa perbekalan yang banyak. Sedang Nabi Ibrahim sendiri mahu meneruskan perjalanannya dan mendoakan kepada Allah, mudah mudahan Allah menjaga isteri dan anaknya itu dari segala petaka dan bahaya.
Baru saja Ibrahim berangkat meninggalkan Hajar dan Ismail, Hajar segera mengikutinya dari belakang dan memegang tali kekang unta yang dikenderai Nabi Ibrahim seraya berkata: Ya, Ibrahim! Ke manakah engkau pergi, kenapa kami ditinggalkan di sini, di tempat yang menakutkan ini?
Hajar berharap agar Ibrahim menaruh rasa belas kasihan terhadap dirinya dan diri anaknya yang masih kecil itu, minta pertanggungan jawab kepada Ibrahim, siapa yang akan mempertahankan hidupnya dari bahaya kelaparan dan dahaga, yang mempertahankannya dari serangan binatang binatang buas, dari terik panas matahari yang begitu panas, dari udara dingin yang berhembus di malam hari. Semua ini dikemukakannya kepada Ibrahim dengan kata kata yang lemah lembut serta airmata yang bercucuran.
Tetapi Ibrahim tampaknya tidak menghiraukan semua keluhan isterinya itu, malah diterangkannya kepada Hajar, bahawa ini adalah perintah Allah, dan mengisyaratkan agar dia sabar menerima takdir atas setiap perintah dari Allah, supaya dia tunduk dan patuh menurutkan semua perintah itu.
Mendengar jawapan Ibrahim itu, Hajar hanya menjawab: Sekarang saya mengerti, dan Allah tidak akan mensia siakan kami. Ibrahim pergi sendirian di tengah tengah padang pasir yang berbahaya itu, mendaki gunung berjurang, melintasi beribu satu kesukaran, dengan meninggalkan isteri dan anak yang menjadi rangkaian hati dan jantungnya sendiri. Hanya karena perintah Allah, dan tidak membawa perbekalan suatu apa selain kepercayaan dan ketaatan kepada Allah itu saja.
Sebagai seorang Nabi, Ibrahim menahankan semua penderitaan badan dan batin itu dengan penuh kesabaran dan ketenangan, menyerah kepada perintah dan takdir Ilahi, Nabi Ibrahim terus berjalan, meninggalkan isteri dan anaknya yang tunggal di tengah padang pasir yang tak bermakhluk manusia itu.
Hanya doa inilah yang keluar dari mulutnya, di hadapkannya ke hadrat Allah Yang Maha Kuasa: Ya Tuhan kami, aku telah tinggalkan anak dan isteriku di padang pasir yang tandus tiada pepohon dan buah buahan. Ya Tuhan kami, agar mereka mendirikan sembahyang maka jadikanlah hati manusia tertarik kepada mereka, dan berilah mereka rezeki dari buah buahan, mudah mudahan mereka berterima kasih atas semua itu.
TELAGA ZAMZAM
Tempat di mana Hajar dan Ismail itu ditinggalkan oleh Ibrahim yang dikatakan padang pasir tandus tidak bermanusia itu, adalah kota Mekah yang sekarang ini. Mulai saat itulah mula sejarah Mekah dengan Telaga Zamzamnya.
Hajar bulat rnenyerahkan nasibnya kepada Allah, dengan sabar dan tenang. Dimakannyalah bekalan yang masih ada padanya, diminumnya pula air yang masih tinggal. Akhirnya semua makanan dan air pun habislah. Tinggallah ibu dan anak menunggu nasib dengan perut yang kosong dan lapar, suatu penderitaan yang tak pernah dialami manusia lain. Anaknya yang masih memerlukan susu, jangankan akan mendapat susu, air mentah saja pun tidak ada di situ. Perut semakin lapar, kerongkong semakin kering dan minta dibasahi dengan air. Panas terik padang pasir tidak pula kepalang tanggungannya. Sedang badannya yang mulanya kuat sekarang sudah beransur kurus dan lemah pula. Tidak ada daya dan ikhtiar yang dapat dijalankan, selain hanya mencucurkan airmata sebanyak banyaknya, dan dengan airmata itulah hanya keadaan kering itu dapat dibasahkan sedikitnya. Ya, nasib yang tidak pernah dialami.
Kerana lapar dan dahaga yang tak terperikan itu, mulalah si anak itu menangis sekuat kuatnya. Tetapi akhirnya kelemahan badan tidak memberikan kekuatan lagi kepadanya untuk menangis, selain hanya mengesak esak saja. Matanya mulai cukam, badannya semakin kurus juga. Akhirnya anak yang malang itu memperlihatkan tanda-tanda yang tak dapat diceritakan sama sekali, seakan akan putus nafasnya karena terlalu dahaga.
Hajar mencuba sekuat tenaga mempertahankan jiwa sang anak dan sabar atas dirinya sendiri. Tetapi apa yang dapat dia lakukan? Akhirnya anak yang sudah payah keadaannya itu diletakkannya di atas pasir, sedang dia sendiri pergi mencari air, lalu datang melihat muka anaknya kembali. Lalu pergi pula mencari air, dan lari pula mendapatkan dan melihat wajah anaknya yang ditinggalkan itu. Demikianlah seterusnya berturut turut, antara dua tempat yang sekarang ini dinamakan Safa dan Marwah. Setiap kali dia kembali mendapatkan anaknya, dia lihat tanda tanda adanya air di tempat yang bernama Safa itu. Tetapi setelah didatanginya, tidak ada air sama sekali. Lalu dia kembali ke tempat anaknya, iaitu Marwah. Demikianlah berturut turut tujuh kali pergi dan balik.
Sedang anak yang kelaparan yang ditinggalkan sendirian itu semakin mengeluh dan mengesak esak, menangis dengan tak bersuara lagi. Kasihan, sayang, letih, ikhtiar dengan segala tenaga. Tetapi semua sia sia belaka.
Akhirnya Hajar duduk terhenyak, tidak tahu apa yang harus dilakukan lagi. Dengan menoleh terus ke wajah anaknya yang dicintai; peluh mengalir bercucuran dari dahinya. Dengan titikan peluh dibasahi bibir anak yang sudah amat kering itu. Alangkah gembiranya Hajar, kerana dilihatnya anak itu masih hidup. Anak itu diciumi dan dirangkul ke dadanya rapat rapat. Nampak pula dengan jelas bahawa anak yang kecil itu sendiri pun turut sama mengeluarkan airmata.
Hanya kepercayaan terhadap Allah, menjadikan Hajar tidak berputus sasa. Dengan kepercayaan ini sajalah dia berteman ketika itu, menghadapi kesedihan yang tidak dapat dibendung. Dengan kepercayaan ini pulalah dia yakin yang akhirnya dia akan terbebas jua dari kesedihan ini.
Setelah ternyata yang anaknya masih hidup, kembali dia pergi meninggalkan anak itu, mencari air di tengah tengah gurun pasir.
Akhirnya, setelah kembali mendapatkan anaknya, tak begitu jauh dari tempat itu, tiba tiba Hajar melihat setumpuk pasir yang selama ini kering tampaknya agak basah. Setelah dipegang dengan telunjuknya, betul betul pasir itu basah berair. Lalu pasir itu digalinya. Makin dalam digali makin basah dan akhirnya setelah agak dalam, airnya muncul, dengan kudrat dan iradat Allah s.w.t. terpancarlah di situ sebuah mata air yang kita namai Telaga Zamzam sekarang ini.
Hajar dan anaknya (Ismail) minumlah sepuas puasnya sambil mengucapkan syukur dan puji terhadap Allah yang telah mengabulkan doanya dan doa Nabi Ibrahim tatkala berangkat meninggalkan mereka berdua.
Karena air Zamzam inilah akhirnya burung burung padang pasir, seekor demi seekor mendekat ke sana menghabiskan dahaga hausnya. Dan dari jejak burung inilah makanya hamba Allah yang bernama manusia yang hidup di tengah tengah padang pasir itu, sama sama datang ke sana pulauntuk mendapatkan air penghilang dahaga.
Akhirnya tempat itu menjadi ramai juga, dijadikan tempat tetap oleh rombongan demi rombongan manusia yang mengenalnya. Hajar dan Nabi Ismail termasuk salah satu anggota masyarakat dan hidup bersama sama mereka di tempat itu. Inilah yang nanti dinamakan kota Mekah sebagai yang kita terangkan di atas.
Zaman berganti zaman, abad berganti abad, tempat itu terus menerus menjadi tempat berhimpunnya manusia. Pun sampai zaman sekarang, lebih lebih setelah Agama Islam memerintahkan kaum Muslimin berhaji ke sana.
Dari cara perjalanan sejarah Hajar dan Ismail inilah diambil sebahagian besar cara ibadat haji yang diwajibkan Islam. Misalnya lari (sai) antara Safa dan Marwah tujuh kali dan lain lain ibadat yang akan kita sebutkan nanti. Dan dari keturunan Nabi Ismail pulalah, akhirnya lahir Nabi Muhammad s.a.w. di kota Mekah itu. Doa Nabi Ibrahim dikabulkan Tuhan.
NABI ISMAlL DAN BANGSA JURHUM
Tempat di sekitar Telaga Zamzam makin lama makin ramai didiami oleh manusia, sehingga muncullah masyarakat baru di sekitar itu. Khabar ini pun diketahui oleh satu suku bangsa yang tinggal di bahagian bawah kota Mekah itu, iaitu bangsa Jurhum. Mereka sama sama datang pula ke tempat itu ingin turut serta mengambil manfaat dari air Zamzam yang terus diperkatakan itu.
Ibu Nabi Ismail yang menjaga air itupun tidak keberatan. Mereka diperlakukan sebagai tetamu yang terhormat. Dan mereka pun berlaku dengan baik, tunduk pula kepada aturan aturan yang ditetapkan oleh ibu Ismail.
Nabi Ismail sudah semakin besar juga, hidup di tengah tengah mereka yang banyak itu. Dia selalu membawa orang orang itu kepada jalan yang benar, diajarkannya kata kata yang baik, sehingga mulailah timbul bahasa Arab yang sekarang ini dengan teratur. Akhirnya Ismail berkahwin dengan salah seorang dari mereka itu. Dan hiduplah dia bersama sama dengan bahagia dalam beberapa masa lamanya.
Dengan isteri yang pertama ini, hidup Ismail tidak kekal lama, kerana sang isteri itu rupanya tidak begitu baik, begitu pula orang tuanya, yang selalu menginginkan perpisahan antara kedua suami isteri, yang akhirnya suami isteri itupun terpaksa berpisah. Dengan isterinya yang kedua, Nabi Ismail hidup kekal dan dari isteri yang kedua inilah lahir beberapa orang anaknya, dari turunan itulah lahir Nabi Muhammad s.a.w.
Here is a link to a site about prayers:
World Prayers
MENDIRIKAN KAABAH
Lama pulalah masanya Nabi Ibrahim berpisah dengan anaknya, Nabi Ibrahim terus mengembara ke seluruh pelusuk padang pasir yang maha luas, berjumpa dengan kumpulan manusia, mengajak mereka ke agama yang benar, menyembah Allah Tuhan Semesta Alam. Adapun Nabi Ismail tetap berada di sekitar Telaga Zamzam yang terus menerus mengeluarkan air, sehingga tempat itu semakin ramai, dan Ismaillah yang menjadi ketuanya.
Pada suatu hari Ibrahim mendapat wahyu dari Allah untuk berangkat pulang menemui Nabi Ismail, untuk mendirikan Rumah Allah, iaitu Kaabah berdekatan Telaga Zamzam itu.
Setelah lama berjalan dan mencari cari, akhirnya bertemulah bapa dengan anaknya di tepi Telaga Zamzam, bermesyuarat dan melepaskan cinta kasih selama berpisah.
Di dalam memuncaknya kegembiraan atas pertemuan itu, lalu Nabi Ibrahim membisikkan kepada Nabi Ismail akan wahyu Tuhan yang diterimanya: Hai anakku, kepadaku sudah diperintahkan Allah untuk mendirikan sebuah rumah di tempat yang agak tinggi itu.
Mendengar perintah itu, Nabi Ismail dengan segera menundukkan kepalanya tanda taat dan tunduk kepada Tuhan dan orang tuanya sendiri.
Segera keduanya menuju ke tempat yang ditunjuk Nabi Ibrahim itu. Mulailah kedua Nabi Suci itu dengan kedua tangan dan kakinya sendiri mendatarkan tanah dan meninggikannya, mengangkut pasir dan mengumpulkannya, untuk dijadikan rumah yang diperintahkan Tuhan, yang Tuhan sendiri memberi nama Rumah Allah (Baitullah atau Kaabah).
Ditengah bekerja keras dengan mengeluarkan peluh dan letih itu, kedua Nabi Suci itu memanjatkan doa ke hadhrat Allah dengan berkata: Ya Allah, terimalah persembahan kami, Engkau Maha Mendengar dan Mengetahui. Hai Tuhan kami, jadikanlah kami Muslimin untuk Engkau, begitu pula anak dan keturunan kami semua menjadi ummat yang Islam, pertunjukkanlah kepada kami akan cara beribadat kami, berilah ampun terhadap kami, karena Engkau Yang Maha Pengampun dan Pengasih.
Ucapan atau doa Nabi Ibrahim itu diucapkannya dengan berdiri di satu tempat di dekat Rumah yang sedang dibangun ini. Dan tempat itulah yang dinamakan Maqam Ibrahim yang sekarang ini, setiap orang yang tawaf keliling Rumah Allah itu diperintahkan melakukan sembahyang sunnah dua rakaat dan berdoa.
Sehingga tempat itu menjadi rebutan terus-menerus, tak pernah sepi atau kosong dari dahulu sampai sekarang dan insya Allah sampai hari kiamat nanti.
Ucapan tersebut mengandung dua hal yang penting. Pertama persembahan kepada Allah, sedang kedua berisi permohonan atau doa. Permohonan atau doa itu ialah agar Allah menjadikan Ibrahim, Ismail dan anak turunan mereka menjadi manusia yang Muslim, beragama Islam, yang artinya menjadi orang orang yang beriman dan berserah diri kepada Allah. Dan agar Allah menunjukkan kepadanya cara cara peribadatan menyembah Allah(agama) dengan segala peraturan dan cara caranya.
Ibrahim dan Ismail lalu meneruskan pekerjaan menyelesaikan rumah tersebut. Setelah rumah itu hampir selesai, ternyata masih diperlukan sebuah batu lagi. Akhirnya Ismail mendapatkan sebuah batu yang agak luarbiasa, berwarna hitam dan mengkilat. Kerana gembiranya Ibrahim dan Ismail menciumi batu hitam itu sambil berjalan mengelilingi rumah tersebut, lalu memasangkan batu hitam itu di tempatnya yang sekarang ini, yang sampai sekarang dinamai Hajar Aswad (Batu Hitam) , yang sampai sekarang setiap orang yang bertawaf keliling Kaabah disunnahkan pula mencium batu itu. Sampai sekarang setiap saat dengan tidak putus putusnya siang dan malam, kaum Muslimin yang datang ke sana berebut rebut mencium batu itu. Dan bagi yang tak dapat menciumnya karena terlalu ramai, sesaknya, cukup saja dengan mengacungkan tangan ke batu itu lalu mencium tangan yang diacungkan itu. Sekalipun tidak diwajibkan, tetapi setiap orang Islam yang datang berikhtiar sehabis tenaga agar dapat menciumnya sebagai suatu sunnah. Mencium Hajar Aswad itu memberikan perasaan kepada kita seakan akan kita yang menciumnya mencium Nabi Ibrahim dan Ismail yang pertamanya mencium batu itu. Yang menimbulkan perasaan pula seakan-akan kita mencium Nabi Muhammad, para sahabat dan semua kaum Muslimin yang pernah datang dan menciumnya dari dahulu sampai sekarang dan seterusnya. Ciuman yang menunjukkan kecintaan. Dan kecintaan inilah yang menarik banyak orang orang Islam di seluruh dunia untuk berhaji dan bertawaf keliling Kaabah atau Rumah Allah (Baitullahil Haram) , yang dinamai juga Baitul Atiq (Rumah Tua), atau Baitul Mamur (Rumah yang selalu Ramai) dikunjungi manusia dari zaman ke zaman, sebagaimana Baitul Mamur yang ada di langit yang selalu ramai dikunjungi para Malaikat.
Setelah rumah itu selesai dikerjakan samasekali, maka Allah ajarkanlah kepada Ibrahim dan Ismail bagaimana mengerjakan ibadat ibadat, iaitu penyembahan terhadap Allah s.w.t. Dan ibadat ibadat yang diajarkan Allah kepada Ibrahim dan Ismail itu pulalah yang diajarkan semua Nabi dan Rasul yang datang kemudian, di antaranya Nabi dan Rasul penutup iaitu Muhammad s.a.w. iaitu ibadat sembahyang, puasa, zakat dan haji, kerana semua Nabi dan Rasul itu adalah hanya meneruskan akan ajaran yang diajarkan oleh Ibrahim dan Ismail.
Akhirnya Nabi Ibrahim berdoa pula: Oh Tuhan kami, sesungguhnya aku menempatkan anak turunanku di lembah yang tak mempunyai tumbuh tumbuhan (Mekah), di sekitar Rumah Engkau (Kaabah) yang suci. Oh Tuhan, agar mereka mendirikan sembahyang. Jadikanlah tempat ini menjadi tempat orang tawaf, itikaf, rukuk dan sujud. Jadikanlah hati manusia tertarik kepada mereka. Berilah rezeki kepada mereka berupakan buab buahan (makanan dan minuman), mudah mudahan mereka menjadi orang yang bersyukur. Oh Tuhan kami, bangkitkanlah di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka, yang akan membacakan kepada mereka akan ayat ayatMu, dan yang akan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah, serta yang akan membersihkan mereka, kerana sesungguhnya Engkau Maha Gagah, Maha Bijaksana.
Berabad abad lamanya tempat itu senantiasa didatangi dan dikunjungi manusia dari segala penjuru Tanah Arab untuk beribadat menyembah Allah, dengan bertawaf, itikaf, rukuk, sujud (salat), dan tempat berkumpul pada waktu waktu yang tertentu, iaitu dengan mengerjakan ibadat Umrah dan Haji.
Tetapi lama kelamaan, berabad abad kemudian, manusia mulai lupa akan ajakan Ibrahim dan Ismail, mulai membelok dari ajaran Ibrahim dan Ismail, kerana pengaruh perkembangan hidup manusia atau kebudayaan dari abad ke abad. Syariat yang diajarkan Nabi Ibrahim dan Ismail, satu demi satu mereka lupakan. Mereka buat ibadat dengan cara cara mereka sendiri. Orang mulai menyembah dan mensucikan Rumah Allah itu, bukan menyembah dan mensucikan Tuhan yang memerintahkan mendirikan Rumah Allah atau Kaabah tersebut. Rumah itulah yang mereka sembah, bukan menyembah Allah.
Akhirnya yang berkuasa dan yang memegang kunci Rumah Allah itu adalah seorang yang bernama Amar bin Lahyin, seorang yang sangat dihormati dan disucikan, kerana seorang yang amat sosial. Dialah yang membahagi bahagikan pakaian, makanan, dan minuman kepada setiap orang yang datang berhaji ke Kaabah itu. Pada salah satu musim Haji secara jahiliah, Amar bin Lahyin pernah memotong 10,000 ekor unta dan membahagi bahagikan pakaian kepada berpuluh puluh ribu manusia yang datang berhaji secara jahiliahnya itu. Kerana kebaikannya itu, orang menghormatinya, lalu akhirnya menganggap Amar bin Lahyin itu seperti Tuhan. Apa yang dikatakannya dikerjakan orang jadi syariat atau agama. Maka berubahlah agama yang diajarkan Ibrahim dan Ismail.
Mereka buatlah Bahirah, Saibah, Wasilah dan Ham. Bahirah ialah unta betina yang sudah melahirkan anak sampai lima kali. Unta itu ditandai dengan membelah kupingnya, lalu dihormati dan disucikan, tidak disembelih atau dimakan dagingnya. Saibah adalah unta betina yang dinazarkan dan diqorbankan untuk berhala, dilepaskan semahu mahunya, tidak boleh dikenderai atau dipekerjakan. Tidak boleh dipotong kukunya, atau bulunya, tidak boleh diperas susunya kecuali untuk diminum oleh tamu. Wasilah ialah kambing yang sudah beranak sampai tujuh kali, juga dibiarkan, tak boleh disembelih. Dan tak boleh pula disembelih kambing jantan yang seperut dengan dia. Ham ialah unta jantan yang sudah dapat membuntingkan unta betina sampai sepuluh kali, tidak boleh dipekerjakan, karena telah menjadi hak berhala, kata mereka.
Demikianlah ajaran Amar bin Lahyin kepada mereka yang mereka patuhi dan mereka taati. Kemudian Amar bin Lahyin itu mendapat sakit keras. Disampaikan orang kepadanya bahawa di negeri Balqa (Palestin) ada sebuah sumber air panas. Siapa yang datang ke sana dan mandi dengan air panas dari sumber tersebut, ia akan sembuh dari segala penyakit. Lalu Amar bin Lahyin datanglah ke negeri itu, kemudian mandi di sumber air panas tersebut. Kebetulan sekali dia menjadi sembuh. Didapatinya di negeri itu orang menyembah berhala-berhala. Ia bertanya kepada orang banyak: Apakah ini ? Kata mereka: Ini adalah berhala. Dengan berhala ini kami minta hujan, lalu turunlah hujan. Dengan berhala ini kami minta menang perang, lalu kami menang.
Amar bin Lahyin tertarik sekali hatinya terhadap berhala berhala itu. Amar bin Lahyin lalu meminta salah sebuah dari berhala berhala itu untuk dibawanya ke negeri Arab untuk mereka sembah pula. Ia diberi sebuah berhala yang bernama Hubal. Berhala itu dibawanya ke Mekah, dan ditempatkan di Kaabah. Orang banyak diperintahkannya untuk menyembah berhala itu. Dengan demikian orang orang Arab menjadi musyrik. Kemudian itu didatangkan pula berhala berhala yang lain dari lain-lain negeri. Akhirnya Kabah penuh dengan berhala berhala yang ratusan jumlahnya. Di antaranya yang terpenting apa yang dinamakan Allata, Almanat, Yaghuth, Nasr dan lain lain. Akhirnya seluruh Tanah Arab penuh dengan berhala berhala dan manusia yang menyembah berhala berhala itu.
Untuk mengembalikan bangsa Arab dari kesatuan menyembah berhala dan berbagai-bagai kepercayaan palsu itu, akhirnya diutus Allahlah Nabi Muhammad s.a.w. keturunan Ismail dan Ibrahim. Bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk seluruh ummat manusia, sebagai Nabi Penutup. Demikianlah Allah mengabulkan akan doa Nabi Ibrahim dan Ismail. Sehingga Rumah Allah dibersihkan kembali dari berhala-berhala, manusia kembali menyembah Allah. Tuhan Yang Maha Esa. Tempat itu tetap ramai dikunjungi manusia dari seluruh pelusuk dunia. Agama dan ajaran Nabi Ibrahim dan Ismail ditegakkan kembali sesudah dirobohkan oleh manusia manusia musyrik dalam waktu berabad abad lamanya sebelum terutusnya Nabi Muhammad s.a.w. Nabi Muhammad s.a.w. dan semua pengikut beliau iaitu seluruh kita kaum Muslimin di mana saja kita berada, adalah penegak penegak dari ajaran atau agama yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim. Begitu juga seluruh Nabi nabi dan Rasul rasul yang diutus Allah sesudah Nabi Ibrahim dan Ismail.
Firman Allah dalam al-Quran akhir surah al-Haj:
Berjuanglah kamu di jalan Allah dengan sebenar-benarnya kesungguhan (jiwa dan raga dan harta), Ia (Allah) sudah memilih kamu, dan tidaklah Ia menjadikan satu hal yang amat berat atas kamu dalam agama ini, iaitu agama yang diajarkan oleh bapak kamu Ibrahim. Ialah yang menamakan kamu Muslimin sebelum ini dan juga di dalam ini (al-Quran), agar Rasul itu menjadi penyampai (khabar) kepada kamu, maka dirikanlah sembahyang, keluarkanlah zakat, dan berpeganglah dengan (agama) Allah. Ia Tuhan kamu, sebaik baik Tuhan dan sebaik baik Penolong.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment